Laporan Praktikum Spektrometer Atom
www.IndoINT.com
I. Latar Belakang
Benda-benda yang bercahaya seperti matahari, bola lampu listrik, atau benda lainnya yang dapat memancarkan spektrum, memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda. Panjang-panjang gelombang itu yang berhubungan dengan cahaya tampak mampu untuk mempengaruhi retina mata manusia dan menyebabkan kesan-kesan subyektif dari penglihatan. Tetapi banyak dari radiasi yang dipancarkan oleh benda-benda panas terletak diluar daerah dimana mata kurang peka, yang biasanya disebut daerah-daerah ultra ungu.
Spektrometer adalah alat yang digunakan untuk mengamati dan mengukur sudut deviasi cahaya datang karena pembiasan dan dispersi. Alat ini juga digunakan untuk mengukur panjang gelombang dengan akurat menggunakan kisi difraksi atau prisma, yang berfungsi untuk memisahkan panjang gelombang cahaya berbeda(Jenkins,1957).
Oleh karena itu dilakukanlah percobaan spektrometer atom ini, untuk dapat memahami dan membuktikan panjang gelombang yang berbeda-beda dari suatu spektrum atom.
II. Tujuan Percobaan
2.1 Mempelajari prinsip kerja spektrometer
2.2 Menentukan panjang gelombang garis-garis spektral dari spektrum
III. Dasar Teori
Spektrometer terdiri dari lima bagian utama yaitu, celah masuk, kolimator, pendispersi, lensa, detektor. Terdapat dua jenis spektrometer jika ditinjau dari bagian pendispersi, yaitu dengan prisma dan kisi. Pada spektrometer berbasis prisma, prisma memiliki keuntungan menghasilkan satu spektrum cahaya yang jelas (terang), tapi nilainya tidak linear. Dispersi akan berkurang secara signifikan di daerah panjang gelombang merah, dan analisis spektral selanjutnya memerlukan tiga referensi (pengukuran ulang) untuk kalibrasinya. Sedangkan pada kisi mempunyai kemampuan untuk memberikan resolusi yang sangat baik, tapi grating juga akan mendispersikan spektrum visibel pada gambar. Ini berarti tidak semua spektrum cocok dibidang kamera, mungkin diperlukan beberapa eksposur untuk menangkap gambar(Soedojo,1985).
Prinsip kerja dari Spektrometer adalah cahaya didatangkan lewat celah sempit yang disebut kolimator. Kolimator ini merupakan fokus lensa, sehingga cahaya yang diteruskan akan bersifat sejajar. Cahaya sejajar, kemudian diteruskan ke kisi untuk kemudian ditangkap oleh telescop yang posisinya dapat digerakkan. Pada posisi teleskop tertentu yaitu pada sudut θ, merupakan posisi yang sesuai dengan terjadinya pola terang (pola maksimum), maka hubungan panjang gelombang cahaya memenuhi persamaan :
d sin θ = n λ ……….(1) ; n = 0,±1.±2,...
di mana n adalah bilangan bulat yang merepresentasikan orde dan d jarak antara garis-garis pada kisi. Dengan mengukur nilai θ, maka nilai λ (panjang gelombang) dari cahaya dapat diukur. Sebuah kisi yang mempunyai banyak celah digunakan untuk menghasilkan pola maksimum-minimum yang sangat tajam, dan sudut deviasi dapat diukur secara sangat teliti. Setiap panjang gelombang yang dipancarkan oleh sumbernya akan menghasilkan bayangan terpisah celah pengkolimasi dalam spektroskop yang disebut garis spektrum. Seberkas garis yang bersesuaian dengan n = 1 disebut spektrum orde 1(Tippler,2001).
Dispersi cahaya adalah penguraian cahaya polikromatik (cahaya putih) menjadi cahaya monokromatik (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu) lewat pembiasan atau pembelokan. Cahaya merupakan gelombang transversal yang termasuk gelombang elektromagnetik. Sifat-sifat cahaya diantaranya adalah dapat mengalami pemantulan (refleksi), pembiasan (refraksi), pelenturan (difraksi), diserap arah getarnya (polarisasi), dan diuraikan (dispersi). Dispersi yaitu peristiwa terurainya cahaya putih menjadi cahaya yang berwarna-warni. Suatu cahaya putih terdiri atas beberapa spektrum warna yang terbagi berdasarkan panjang gelombang masing-masing. Saat suatu sinar cahaya melewati suatu medium yang transparan maka akan mengalami pembiasan akibat perbedaan indeks bias medium yang dilewatinya. Cahaya putih yang dapat terurai menjadi cahaya yang berwarna-warni disebut cahaya polikromatik sedangkan cahaya tunggal yang tidak bisa diuraikan lagi disebut cahaya monokromatik. Peristiwa dispersi juga terjadi apabila seberkas cahaya putih dilewatkan pada suatu prisma sehingga membentuk spektrum cahaya.Spektrum ini dapat diamati melalui spectrometer(Zemansky,2001).
IV. Metodologi Percobaan
4.1 Alat dan Bahan
a. Alat spektrometer (1 set), untuk melihat spektrum dari lampu Neon
b. Lampu Neon (1 buah), sebagai sumber cahaya polikromatik
c. Kisi difraksi (2 buah), untuk menghasilkan difraksi agar terbentuk pola interferensi
d. Senter (1 buah), untuk penerangan
4.2 Gambar Rangkaian Alat
4.3 Langkah Kerja
V. Data dan Analisa
5.2 Analisa Data
Prinsip kerja pada percobaan ini adalah dengan menyalakan sumber tegangan dari power supply, sehingga akan menimbulkan pemanasan yang menyebabkan elektron pada lampu gas Neon akan tereksitasi. Proses tereksitasinya elektron terjadi dari tingkat energi terendah ke tingkat yang lebih tinggi. Loncatan elektron tersebut akan mengakibatkan elektron memancarkan energi dalam bentuk foton yang akan bersinar sebagai cahaya. Karena proses tereksitasi foton memiliki variasi energi yang berbanding terbalik dengan panjang gelombang( E 1/λ) maka hal ini mengakibatkan cahaya dari lampu gas Neon bersifat polikromatik(cahaya putih yang dapat terurai). Dengan menggunakan spektrometer, cahaya yang dihasilkan dari lampu gas Neon ini didatangkan lewat celah sempit yang disebut kolimator. Kolimator ini merupakan fokus lensa, sehingga cahaya yang diteruskan akan bersifat sejajar. Cahaya sejajar ini selanjutnya diteruskan ke kisi untuk kemudian ditangkap oleh teleskop yang posisinya dapat digerakkan. Pada posisi teleskop tertentu yaitu pada sudut θ, merupakan posisi yang sesuai dengan terjadinya pola terang(pola maksimum), maka hubungan panjang gelombang cahaya dapat ditentukan menggunakan persamaan 1
Pada tabel 1 percobaan spektrometer atom menggunakan kisi sebesar N = 531,5 garis/mm, didapatkan nilai sudut simpangan (Δθ) yang cenderung sama antara sudut simpangan kanan dan kiri, hal ini menunjukkan bahwa pengukuran yang dilakukan cukup akurat. Sudut simpangan pada orde 1 lebih besar dibandingan orde 2, berarti seiring dengan tingginya nilai orde yang diukur maka semakin kecil sudut simpangan yang didapatkan atau dapat dikatakan bahwa nilai orde(n) berbanding terbalik dengan sudut simpangannya(Δθ), sesuai dengan persamaan 1. Percobaan pada tabel 2 menggunakan kisi sebesar N = 1000 garis/mm, didapatkan juga nilai sudut simpangan (Δθ) yang cenderung sama antara sudut simpangan kanan dan kiri. Perbandingan dari kisi yang digunakan pada masing-masing percobaan menunjukkan bahwa semakin besar nilai N dari kisi yang digunakan maka semakin besar juga sudut simpangannya. Semua variabel yang didapatkan ini kemudian dimasukkan ke dalam persamaan 1 dan didapatkan nilai panjang gelombang (λ) pada kisi sebesar N = 531,5 garis/mm untuk orde 1 sebesar 347 nm untuk warna biru, 382 nm untuk warna hijau, 484 nm untuk warna merah dan untuk orde 2 sebesar 358 nm untuk warna biru, dan 375 nm untuk warna hijau. Selanjutnya adalah nilai panjang gelombang (λ) pada kisi sebesar N = 1000 garis/mm untuk orde 1 sebesar 829 nm untuk warna ungu, 843 nm untuk warna biru, dan 879 nm untuk warna hijau. Percobaan menggunakan kedua kisi yang berbeda ini menghasilkan ketelitian sebesar 45,1 % untuk warna biru dan 47% untuk warna hijau. Nilai panjang gelombang rata-rata warna ungu lebih besar dibandingkan warna merah, hijau, dan biru (λU > λM > λH > λB) menurut data hasil percobaan ini.
Menurut literatur dari Fisika untuk Sains dan Teknik karya Tippler, nilai panjang gelombang dari warna ungu berkisar antara 380-450 nm, warna biru antara 450-495 nm, warna hijau antara 495-570 nm, dan warna merah antara 620-750 nm (λM > λH > λB > λU). Perbandingan dengan literatur ini menunjukkan banyaknya data yang tidak akurat ketika menggunakan kisi sebesar N = 1000 garis/mm. Hal ini disebabkan oleh kesalahan-kesalahan yang dilakukan praktikkan selama percobaan, seperti kesalahan melihat spektrum yang paling terang, pengukuran sudut simpangan, menentukan orde spektrum, dan perhitungan.
VI. Kesimpulan
6.1 Prinsip kerja spektrometer adalah dengan mendatangkan cahaya dari suatu lampu gas yang diberikan tegangan tinggi sehingga elektron memancarkan energi dalam bentuk foton yang akan bersinar sebagai cahaya, melewati celah sempit yang disebut kolimator. Kolimator ini merupakan fokus lensa, sehingga cahaya yang diteruskan bersifat sejajar. Cahaya sejajar ini diteruskan ke kisi untuk kemudian ditangkap oleh teleskop yang posisinya dapat digerakkan. Pada posisi teleskop tertentu yaitu pada sudut θ, merupakan posisi yang sesuai dengan terjadinya pola terang (pola maksimum), maka hubungan panjang gelombang cahaya dapat ditentukan menggunakan persamaan difraksi cahaya (persamaan 1).
6.2 Panjang gelombang (λ) garis-garis spektral spektrum pada percobaan ini :
6.2.1 Pada kisi sebesar N = 531,5 garis/mm
a. Orde 1 :
- Warna biru = 347 nm
- Warna hijau = 382 nm
- Warna merah = 484 nm
b. Orde 2 :
- Warna biru = 358 nm
- Warna hijau = 375 nm
6.2.2 Pada kisi sebesar N = 1000 garis/mm
a. Orde 1 :
- Warna ungu = 829 nm
- Warna biru = 843 nm
- Warna hijau = 879 nm
VII. Daftar Pustaka
Jenkins, Francis A.1957. Dasar-dasar Optik edisi ke 4. Jakarta : Erlangga.6.2 Panjang gelombang (λ) garis-garis spektral spektrum pada percobaan ini :
6.2.1 Pada kisi sebesar N = 531,5 garis/mm
a. Orde 1 :
- Warna biru = 347 nm
- Warna hijau = 382 nm
- Warna merah = 484 nm
b. Orde 2 :
- Warna biru = 358 nm
- Warna hijau = 375 nm
6.2.2 Pada kisi sebesar N = 1000 garis/mm
a. Orde 1 :
- Warna ungu = 829 nm
- Warna biru = 843 nm
- Warna hijau = 879 nm
VII. Daftar Pustaka
Soedojo, Peter.1985. Fisika Dasar. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Tipler, Paul A.2001. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta : Erlangga.
Zemansky, Sears.1954. Dasar-Dasar Fisika Universitas. Jakarta : Bina cipta
VIII. Bagian Pengesahan
-
IX. Lampiran
Sumber https://www.hajarfisika.com/
Belum ada Komentar untuk "Laporan Praktikum Spektrometer Atom"
Posting Komentar