Guru Kurikulum dan Guru Inspiratif
Masalah dalam pendidikan konvensional ada pada pola pendidikan atau pengajaran, yang dibutuhkan saat ini tidak hanya bersifat satu arah, yang mana dalam pola tersebut guru berfungsi hanya sebagai penyampai informasi atau pengetahuan dan murid hanya menerima secara pasif informasi atau pengetahuan dari guru. Pakar manajemen Rhenald Kasali menyatakan, "Ada dua jenis guru yang kita kenal yaitu guru kurikulum dan guru Inspiratif."
Guru kurikulum sangat patuh pada kurikulum dan merasa berdosa bila tidak bisa mentransfer semua isi buku yang ditugaskan. Ia mengajarkan sesuatu yang standar (habitual thinking) dan jumlahnya sekitar 99%. Sedangkan guru inspiratif jumlanya kurang dari 1%. Ia bukan guru yang mengejar kurikulum tetapi mengajak murid-muridnya berfikir kreatif (maximum thinking). Ia mengajak murid-muridnya melihat sesuatu dari luar (thinking out of box) mengubahnya di dalam lalu membawa kembali keluar, ke masyarakat luas. Guru kurikulum melahirkan manajer-manajer handal, guru inspiratif melahirkan pemimpin baru yang berani menghancurkan aneka kebiasaan lama.
Guru yang mengajar secara kaku dan hanya berpatokan pada kurikulum dan tidak kreatif tentu saja dapat menyebabkan situasi belajar menjadi membosankan dan siswa tidak berkembang. Alasan lain sebenarnya mengapa anak tidak berkembang di Sekolah Pendidikan formal adalah karena kegiatan di sekolah telah menjadi kegiatan yang begitu rumit, kaku, dan terlalu diatur sehingga proses belajar dianggap sebagai sesuatu yang sulit dan otak lebih suka tidak melakukannya.
Guru cenderung berpikir bahwa belajar adalah suatu peristiwa khusus, membutuhkan insentif dan imbalan istimewa, bukan sesuatu yang secara alami akan menjadi pilihan orang untuk dilakukan,otak tidak bisa dituding sebagai penyebab keengganan untuk belajar. Menurut Budhisetiawan dalam risetnya “Mendayakan Fungsi Belahan Otak Kanan dalam Pengajaran Bahasa Indonesia ”, masalah yang sering dihadapi dalam pendidikan di Indonesia antara lain ialah :
Aspek lain yang meyebabkan kegagalan dalam belajar disekolah dikarenakan pendidik memandang bahwa setiap anak itu memiliki pola belajar mengajar yang sama, sehingga tidak menyediakan proses dan menu pembelajaran yang berbeda-beda. Kita kurang mengembangkan metode kolaboratif dan variatif dan pusat-pusat pembelajaran, sehingga sangat sedikit anak yang terbantu dalam mengembangkan dan melatih kecerdasan. Kita juga kurang mengembangkan pendekatan pembelajaran yang berdasar pada kecerdasan majemuk seperti supermarket yang menyediakan berbagai menu dan cara pendekatan pembelajaran.
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan kurang tepatnya pemberian pola pengajaran di sekolah perlu disikapi dengan bijak, secara bertahap pola pengajaran di sekolah harus dikembangkan pada pola interaktif. Sekolah memiliki kewajiban untuk melatih guru-gurunya meningkatkan ketrampilan pengajaran secara lebih kreatif, agar daya analitis dan kreativitas anak didik dapat berkembang lebih baik lagi.
Di era globalisasi yang penuh tantangan dan serba kompetitif ini, pola pengajaran atau pola pendidikan guru perlu dikembangkan secara lebih menyenangkan dan dinamis. Hal tersebut merupakan faktor penting dalam membangun kualitas pendidikan yang lebih baik atau dengan kata lain guru tidak hanya bersikap satu arah dalam menyampaikan materi pengajarannya namun perlu lebih kreatif dan interaktif dalam penyampaian materi pengajarannya.
Demikian pentingnya pengajaran melalui permainan ini diberikan pada anak didik ditunjukkan dengan berbagai penelitian para ahli yang menemukan bahwa pengajaran melalui permainan kreatif harus diberikan sejak dini. Anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai setelah usia sekolah dasar yaitu usia tujuh tahun tidaklah benar.
Bahkan pendidikan yang dimulai pada usia TK (4 - 6 tahun) pun sebenarnya sudah terlambat. Hasil penelitian di bidang neurologi yang dilakukan Benyamin S. Bloom, seorang ahli pendidikan dari Universitas Chicago, Amerika Serikat (Diktentis, 2003: 1), mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0 - 4 tahun mencapai 50%, hingga usia 8 tahun mencapai 80%. Artinya bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal maka otak anak tidak akan berkembang secara optimal.
Pada dasawarsa kedua yaitu usia 18 tahun perkembangan jaringan otak telah mencapai 100%. Oleh sebab itu masa kanak-kanak dari usia 0 - 8 tahun disebut masa emas (Golden Age) yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga sangatlah penting untuk merangsang pertumbuhan otak anak dengan memberikan perhatian terhadap kesehatan anak, penyediaan gizi yang cukup, dan pelayanan pendidikan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan rangsangan maksimal melalui pengajaran yang tepat dapat menstimuli anak didik agar kemampuan otaknya dapat lebih optimal.
Pola pengajaran melalui permainan kreatif dapat merangsang anak didik agar kemampuan otaknya lebih optimal dan kreatif. (*Guru Kurikulum dan Guru Inspiratif | Buku Permainan Kreatif untuk Guru - PT Globalindo Universal Multikreatif)
Video pilihan khusus untuk Anda 😊 Lihat video kemampuan guru Humbang Hasundutan bernyanyi yang diatas rata-rata;
Sumber https://www.defantri.com/
Guru kurikulum sangat patuh pada kurikulum dan merasa berdosa bila tidak bisa mentransfer semua isi buku yang ditugaskan. Ia mengajarkan sesuatu yang standar (habitual thinking) dan jumlahnya sekitar 99%. Sedangkan guru inspiratif jumlanya kurang dari 1%. Ia bukan guru yang mengejar kurikulum tetapi mengajak murid-muridnya berfikir kreatif (maximum thinking). Ia mengajak murid-muridnya melihat sesuatu dari luar (thinking out of box) mengubahnya di dalam lalu membawa kembali keluar, ke masyarakat luas. Guru kurikulum melahirkan manajer-manajer handal, guru inspiratif melahirkan pemimpin baru yang berani menghancurkan aneka kebiasaan lama.
Guru kurikulum melahirkan manajer-manajer handal, guru inspiratif melahirkan pemimpin baru yang berani menghancurkan aneka kebiasaan lama.
Guru yang mengajar secara kaku dan hanya berpatokan pada kurikulum dan tidak kreatif tentu saja dapat menyebabkan situasi belajar menjadi membosankan dan siswa tidak berkembang. Alasan lain sebenarnya mengapa anak tidak berkembang di Sekolah Pendidikan formal adalah karena kegiatan di sekolah telah menjadi kegiatan yang begitu rumit, kaku, dan terlalu diatur sehingga proses belajar dianggap sebagai sesuatu yang sulit dan otak lebih suka tidak melakukannya.
Guru cenderung berpikir bahwa belajar adalah suatu peristiwa khusus, membutuhkan insentif dan imbalan istimewa, bukan sesuatu yang secara alami akan menjadi pilihan orang untuk dilakukan,otak tidak bisa dituding sebagai penyebab keengganan untuk belajar. Menurut Budhisetiawan dalam risetnya “Mendayakan Fungsi Belahan Otak Kanan dalam Pengajaran Bahasa Indonesia ”, masalah yang sering dihadapi dalam pendidikan di Indonesia antara lain ialah :
- Masyarakat dan sistem pendidikan terlalu menekankan aktivitas mental belahan otak kiri.Masyarakat umumnya lebih mementingkan analisis, logika, matematika dan jarang sekali memperhatikan atau kurang mengoptimalkan fungsi belahan otak kanan dalam pembelajaran (Khoo, Adam 1999). Pada kenyataannya memang sejak awal pendidikan tidak lebih dari 10 % mata pelajaran yang memakai fungsi belahan otak kanan, seperti kesenian dan musik. Bagaimana cara mendayagunakan belahan otak kanan atau memaksimalkan fungsi belahan otak kanan untuk pembelajaran?
- Materi pengajaran dan pembelajaran yang kurang menarik. Mahasiswa sudah memiliki pengalaman belajar paling sedikit 12 tahun. Sayangnya pengalaman belajar mereka tidak selalu menyenangkan dan menarik (Malouf Doug, 2000). Banyak yang mengeluh materinya membosankan kering, dan pembelajaran hanya di belakang meja, sangat formal. Bagaimana merancang materi pengajaran yang menarik? Ini berkaitan dengan pendekatan atau strategi pembelajaran.
Aspek lain yang meyebabkan kegagalan dalam belajar disekolah dikarenakan pendidik memandang bahwa setiap anak itu memiliki pola belajar mengajar yang sama, sehingga tidak menyediakan proses dan menu pembelajaran yang berbeda-beda. Kita kurang mengembangkan metode kolaboratif dan variatif dan pusat-pusat pembelajaran, sehingga sangat sedikit anak yang terbantu dalam mengembangkan dan melatih kecerdasan. Kita juga kurang mengembangkan pendekatan pembelajaran yang berdasar pada kecerdasan majemuk seperti supermarket yang menyediakan berbagai menu dan cara pendekatan pembelajaran.
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan kurang tepatnya pemberian pola pengajaran di sekolah perlu disikapi dengan bijak, secara bertahap pola pengajaran di sekolah harus dikembangkan pada pola interaktif. Sekolah memiliki kewajiban untuk melatih guru-gurunya meningkatkan ketrampilan pengajaran secara lebih kreatif, agar daya analitis dan kreativitas anak didik dapat berkembang lebih baik lagi.
Di era globalisasi yang penuh tantangan dan serba kompetitif ini, pola pengajaran atau pola pendidikan guru perlu dikembangkan secara lebih menyenangkan dan dinamis. Hal tersebut merupakan faktor penting dalam membangun kualitas pendidikan yang lebih baik atau dengan kata lain guru tidak hanya bersikap satu arah dalam menyampaikan materi pengajarannya namun perlu lebih kreatif dan interaktif dalam penyampaian materi pengajarannya.
Demikian pentingnya pengajaran melalui permainan ini diberikan pada anak didik ditunjukkan dengan berbagai penelitian para ahli yang menemukan bahwa pengajaran melalui permainan kreatif harus diberikan sejak dini. Anggapan bahwa pendidikan baru bisa dimulai setelah usia sekolah dasar yaitu usia tujuh tahun tidaklah benar.
Bahkan pendidikan yang dimulai pada usia TK (4 - 6 tahun) pun sebenarnya sudah terlambat. Hasil penelitian di bidang neurologi yang dilakukan Benyamin S. Bloom, seorang ahli pendidikan dari Universitas Chicago, Amerika Serikat (Diktentis, 2003: 1), mengemukakan bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0 - 4 tahun mencapai 50%, hingga usia 8 tahun mencapai 80%. Artinya bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal maka otak anak tidak akan berkembang secara optimal.
Pada dasawarsa kedua yaitu usia 18 tahun perkembangan jaringan otak telah mencapai 100%. Oleh sebab itu masa kanak-kanak dari usia 0 - 8 tahun disebut masa emas (Golden Age) yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia sehingga sangatlah penting untuk merangsang pertumbuhan otak anak dengan memberikan perhatian terhadap kesehatan anak, penyediaan gizi yang cukup, dan pelayanan pendidikan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan rangsangan maksimal melalui pengajaran yang tepat dapat menstimuli anak didik agar kemampuan otaknya dapat lebih optimal.
Pola pengajaran melalui permainan kreatif dapat merangsang anak didik agar kemampuan otaknya lebih optimal dan kreatif. (*Guru Kurikulum dan Guru Inspiratif | Buku Permainan Kreatif untuk Guru - PT Globalindo Universal Multikreatif)
Video pilihan khusus untuk Anda 😊 Lihat video kemampuan guru Humbang Hasundutan bernyanyi yang diatas rata-rata;
Belum ada Komentar untuk "Guru Kurikulum dan Guru Inspiratif"
Posting Komentar